Ikan Kakap Putih  

Posted by zry kendji


DI KERAMBA JARING APUNG

makalah 1 | makalah 2 | makalah 3
1. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki potensi sumber daya perairan yang cukup besar untuk usaha budidaya ikan, namun usaha budidaya ikan kakap belum banyak berkembang, sedangkan di beberapa negara seperti: Malaysia, Thailand dan Singapura, usaha budidaya ikan kakap dalam jaring apung (floating net cage) di laut telah berkembang. Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) atau lebih dikenal dengan nama seabass/Baramundi merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Produksi ikan kakap di indonesia sebagian besar masih dihasilkan dari
penangkapan di laut, dan hanya beberapa saja diantarannya yang telah di hasilkan dari usah pemeliharaan (budidaya). Salah satu faktor selama ini yang menghambat perkembangan usaha budidaya ikan kakap di indonesia adalah masih sulitnya pengadaan benih secara kontinyu dalam jumlah yang cukup. Untuk mengatasi masalah benih, Balai Budidaya Laut Lampung bekerja sama dengan FAO/UNDP melalui Seafarming Development Project INS/81/008 dalam upaya untuk memproduksi benih kakap putih secara massal. Pada bulan April 1987 kakap putih telah berhasil dipijahkan ddengan rangsangan hormon, namun demikian belum diikuti dengan keberhasilan dalam pemeliharaan larva. Baru pada awal 1989 kakap putih dengan sukses telah dapat dipelihara larvanya secara massal di hatchery Balai Budidaya Lampung. Dalam upaya pengembangan budidaya ikan kakap putih di indonesia, telah dikeluarkan Paket Teknologi Budidaya Kakap Putih di Karamba Jaring Apung melalui rekomendasi Ditjen Perikanan No. IK. 330/D2. 10876/93K, yang dilanjutkan dengan Pembuatan Petunjuk Teknis Paket Teknologi.
2. BIOLOGI
Ikan kakap putih adalah ikan yang mempunyai toleransi yang cukup besar terhadap kadar garam (Euryhaline) dan merupakan ikan katadromous (dibesarkan di air tawar dan kawin di air laut). Sifat-sifat inilah yang menyebabkan ikan kakap putih dapat dibudidayakan di laut, tambak maupun air tawar. Pada beberapa daerah di Indonesia ikan kakap putih dikenal dengan beberapa nama seperti: pelak, petakan, cabek, cabik (Jawa Tengah dan Jawa Timur), dubit tekong (Madura), talungtar, pica-pica, kaca-kaca (Sulawesi). Ikan kakap putih termasuk dalam famili Centroponidae, secara lengkap taksonominya adalah sbb:
Phillum : Chordata
Sub phillum : Vertebrata
Klas : Pisces
Subclas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Famili : Centroponidae
Genus : Lates
Species : Lates calcarifer (Block)
Ciri-ciri morfologis antara lain adalah:
1. Badan memanjang, gepeng dan batang sirip ekor lebar.
2. Pada waktu masih burayak (umur 1 ~ 3 bulan) warnanya gelap dan setelah menjadi gelondongan (umur 3 ~ 5 bulan) warnanya terang dengan bagian punggung berwarna coklat kebiru-biruan yang selanjutnya berubah menjadi keabu-abuan dengan sirip berwarna abu-abu gelap.
3. Mata berwarna merah cemerlang.
4. Mulut lebar, sedikit serong dengan geligi halus.
5. Bagian atas penutup insang terdapat lubang kuping bergerigi.
6. Sirip punggung berjari-jari keras 3 dan lemah 7 ~ 8. Sedangkan bentuk sirip ekor bulat.
3. PEMILIHAN LOKASI
Sebelum kegiatan budidaya dilakukan terlebih dahulu diadakan pemilihan lolkasi. Pemilihan lokasi yang tepat akan menentukan keberhasilan usaha budidaya ikan kakap putih. Secara umum lokasi yang baik untuk kegiatan usaha budidya ikan di laut adalah daerah perairan teluk, lagoon dan perairan pantai yang terletak diantara dua buah pulau (selat). Beberapa persyaratan teknis yang harus di penuhi untuk lokasi budidaya ikan kakap putih di laut adalah:
1. Perairan pantai/ laut yang terlindung dari angin dan gelombang
2. Kedalaman air yang baik untuk pertumbuhan ikan kakap putih berkisar antara 5 ~ 7 meter.
3. Pergerakan air yang cukup baik dengan kecepatan arus 20-40 cm/detik.
4. Kadar garam 27 ~ 32 ppt, suhu air 28 ~ 30 0 C dan oksigen terlarut 7 ~ 8 ppm
5. Benih mudah diperoleh.
6. Bebas dari pencemaran dan mudah dijangkau.
7. Tenaga kerja cukup tersedia dan terampil.
4. SARANA DAN ALAT BUDIDAYA
1. Sarana dan Alat
Pemeliharaan ikan kakap di laut umumnya dilakukan dalam keramba jaring apung (floating net cage) dengan metoda operasional secara mono kultur. Secara garis besar keramba jaring apung terdiri dari beberapa bagian yaitu:
1. Jaring
Jaring terbuat dari bahan:
• Bahan: Jaring PE 210 D/18 dengan ukuran lebar mata 1 ~ 1,25”, guna untuk menjaga jangan sampai ada ikan peliharaan yang lolos keluar.
• Ukuran: 3 m x 3 m x 3 m
• 1 Unit Pembesaran: 6 jaring (4 terpasang dan 2 jaring cadangan)
2. Kerangka/Rakit: Kerangkan berfungsi sebagai tempat peletakan kurungan.
• Bahan: Bambu atau kayu
• Ukuran: 8 m x 8 m
3. Pelampung: Pelampung berpungsi untuk mengapungkan seluruh sarana budidaya atau barang lain yang diperlukan untuk kepentingan pengelolaan
• Jenis: Drum (Volume 120 liter)
• Jumlah: 9 buah.
4. Jangkar: Agar seluruh sarana budidaya tidak bergeser dari tempatnya akibat pengaruh angin, gelombang digunakan jangkar.
• Jenis yang dipakai: Besi atau beton (40 kg).
• Jumlah : 4 buah
• Panjang tali : Minimal 1,5 kali ke dalam air
5. Ukuran benih yang akan Dipelihara: 50-75 gram/ekor
6. Pakan yang digunakan: ikan rucah
7. Perahu : Jukung
8. Peralatan lain : ember,serok ikan, keranjang, gunting dll
2. Konstruksi wadah pemeliharaan
Perakitan karamba jaring bisa dilakukan di darat dengan terlebih dahulu dilakukan pembuatan kerangka rakit sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Keangkan ditempatkan di lokasi budidaya yang telah direntukan dan agar
tetap pada tempatnya (tidak terbawa arus) diberi jangkar sebanyak 4 buah.Jaring apung apa yang telah dibuat berbentuk bujur sangkar pada kerangka rakit dengan cara mengikat keempat sudut kerangka. Cara pengikatan jaring dapat dilihat pada gambar 2. Untuk membuat jaring agar berbentuk bujur sangkar, maka pada sudut
bagian bawah jaring diberi pemberat seperti pada gambar 3 di bawah ini. Gambar 3. Jaring Berbentuk Bujur SangkarUntuk dapat mengikat bambu/kayu dengan mudah dapat dilihat pada gambar 4.
5. OPERASIONAL BUDIDAYA
1. Metode Pemeliharaan
Benih ikan yang sudah mencapai ukuran 50-70 gram/ekor dari hasil pendederan atau hatchery, selanjutnya dipelikara dalam kurungan yang telah disiapkan. Penebaran benih ke dalam karamba/jaring apung dilakukan pada kegiatan sore hari dengan adaptasi terlebih dahulu. Padat penebaran yang ditetapkan adalah 50 ekor/m 3 volume air. Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari dengan takaran pakan 8-10% botol total badan perhari. Jenis pakan yang diberikan adalah ikan rucah (trash fish). Konversi pakan yang digunakan adlah 6:1 dalam arti untuk menghasilkan 1 kg daging diperlukan pakan 6 kg. Selama periode pemeliharan yaitu 5-6 bulan, dilakukan pembersihan kotoran yang menempel pada jaring, yang disebabkan oleh teritif, algae, kerang-kerangan dll. Penempelan organisme sangat menggangu pertukaran air dan menyebabkan kurungan bertambah berat. Pembersihan kotoran dilakukan secara periodik paing sedikit 1 bulan sekali dilakukan secara berkala atau bisa juga tergantung kepada banyak sedikitnya organisme yang menempel. Penempelan oleh algae dapat ditanggulangi dengan memasukkan beberapa ekor ikan herbivora (Siganus sp.) ke dalam kurungan agar dapat memakan algae tersebut. Pembersihan kurungan dapat dilakukan dengan cara menyikat atau menyemprot dengan air bertekanan tinggi. Selain pengelolaan terhadap sarana /jaring, pengelolaan terhadap ikan peliharaan juga termasuk kegiatan pemeliharaan yang harus dilakukan. Setiap hari dilakukan pengontrolan terhadap ikan peliharaan secara berkala, guna untuk menghindari sifat kanibalisme atau kerusakan fisik pada ikan. Disamping itu juga untuk menghindari terjadinya pertumbuhan yang tidak seragam karena adanya persaingan dalam mendapatkan makanan. Penggolongan ukuran (grading) harus dilakukan bila dari hasil pengontrolan terlihat ukuran ikan yang tidak seragam. Dalam melakukan pengontrolan, perlu dihindari jangan sampai terjadi stress.
2. Panen
Lama pemeliharan mulai dari awal penebaran sampai mencapai ukuran ± 500 gram/ekor diperlikan waktu 5-6 bulan. Dengan tingkat kelulusan hidup/survival rate sebesar 90% akan didapat produksi sebesar 2.250 kg/unit/periode budidaya. Pemanenan dilakukan dengan cara mengangkat jaring keluar rakit, kemudian dilakukan penyerokan.
3. Penyakit
Publikasi tentang penyakit yang menyerang ikan-ikan yang dibudidayakan di laut seperti ikan kakap putih belum banyak dijumpai. Ikan kakap putih ini termasuk diantara jenis-jenis ikan teleostei. Ikan jenis ini sering kali diserang virus, bakteri dan jamur. Gejala-gejala ikan yang terserang penyakit antara lain adalah, kurang nafsu makan, kelainan tingkah laku, kelainan bentuk tubuh dll. Tindakan yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi penyakit ini adalah:
1. menghentikan pemberian pakan terhadap ikan dan menggantinya dengan jenis yang lain;
2. memisahkan ikan yang terserang penyakit, serta mengurangi kepadatan;
3. memberikan obat sesuai dengan dosis yang telah ditentukan.
6. ANALISA USAHA 1 TAHUN (2 PERIODE BUDIDAYA)
1. Biaya Investasi
• Karamba jaring apung 1 unit Rp. 2.500.000,-
• Perahu jukung 1 unit Rp. 150.000,-
• - Peralatan budidaya Rp. 300.000,-
Jumlah Rp. 2.950.000,-
2. Biaya Operasional
• Benih 2 x 5.000 ekor x Rp 200,- Rp. 2.000.000,-
• Pakan 2 x 13.500 kg x Rp 250,- Rp. 6.750.000,-
• Tenaga kerja 2 orang x 1 x 6 buah x Rp. 75.000,- Rp. 900.000,-
Jumlah Rp. 9.650.000,-
3. Jumlah biaya (1+2) Rp. 2.950.000 + Rp 9.650.000,- Rp. 12.600.000,-
4. Pendapatan 2 x 2.250 kg x Rp 4.000,- Rp. 18.000.000,-
5. Selisih pendapatan dan biaya total(4-3) Rp. 5.400.000,-
6. Penyusutan 50% x Rp 2.950.000,- Rp. 1.475.000,-
7. Laba sebelum pajak (5-6)
Catatan
1. Harga yang dipergunakan merupakan harga di Lampung tahun 1992/1993, Perhitungan tidak menggunakan dana dari bank
7. DAFTAR PUSTAKA
1. Anomius. 1990. “Perkembangan Rekayasa Teknologi Pembenihan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) di Balai Budidaya Laut Lampung”, Ditjen Perikanan, Lampung.
2. Anomius, 1992. Buletin Budidaya Laut seri 5 & 6. BBL Lampung, Ditjen Perikanan, Lampung.
3. Anomius, 1990/1991. Usaha Penanggulangan Serangan Penyakit pada Usaha Budidaya Laut/Rumput Laut, Ditjen Perikanan, Jakarta
4. Djamali, M. A., Hutomo Burhanuddin dkk, 1986 “Sumber daya ikan kakap (Lates calcalifer) dan Bambangan (Lujtanus spp) di Indonesia”. LON LIPI,
5. Hardjono, 1987. Biologi dan Budidaya Kakap Putih (Lates calcarifer) INFISH Manual seri No. 47. Ditjen Perikanan-International Development Research Centre. Jakarta.
8. SUMBER
Paket Teknologi Pembesaran Ikan Kakap Putih ( Lates calcarifer, Bloch) di Keramba Jaring Apung, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, 1994.
9. KONTAK HUBUNGAN
Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta Jakarta, Maret 2001

PEMBENIHAN KAKAP PUTIH  

Posted by zry kendji in ,


(Lates calcariver, Bloch)
SKALA RUMAH TANGGA
(HSRT-Hatchery Skala Rumah Tangga)
1. PENDAHULUAN
Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch) merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun luar negeri. Pada mulanya produksi kakap putih diperoleh dari hasil sampingan dari budidaya di tambak, namun sekarang ikan ini sudah khusus dibudidayakan pada kurungan apung di laut. Dewasa ini di Bengkalis dan sekitarnya (kepulauan Riau) sudah berkembang dengan luas areal potensial sebesar 340 Ha. Permasalahan utama dalam budidaya adalah terbatasnya benih yang tersedia baik dalam jumlah dan mutu secara terus menerus dan berkesinambungan.
Sebagai gambaran di muara sungai Batam (Kabupaten Bengkalis - Kep. Riau) terdapat kurungan apung sebanyak 550 unit, setiap unit ditebarkan 1.000 ekor benih ukuran gelondongan sehingga dibutuhkan 550.000 ekor benih ukuran gelondongan atau 2.750.000 ekor benih umur D30. Dengan menggantungkan benih dari alam tentu saja tidak memadai karena jumlah yang didapat sangat terbatas, tingkat keseragamannya rendah dan kontinuitasnya tidak terjamin. Pembenihan kakap putih skala besar yang dikelola oleh swasta sampai saat ini belum ada, maka dari itu pembenihan kakap putih skala rumah tangga (HSRT-Hatchery-
Skala Rumah Tangga) perlu dikembangkan karena mempunyai prospek yang cerah. Pada prinsipnya HSRT udang dapat dikembangkan menjadi HSRT kakap putih mengingat sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk pembenihan kakap putih tidak jauh berbeda dengan pembenihan udang. Dengan demikian apabila
dilakukan diversifikasi usaha untuk perkembangan dan kesinambungan budidaya komoditas yang bersangkutan juga untuk memberi keluwesan berusaha sehingga modal yang sudah ditanam dapat terus berputar.
2. KRITERIA
Kriteria HSRT kakap putih yaitu :
  1. Sebagai uasaha sampingan keluarga dengan memanfaatkan rumah menjadi lokasi usaha dan anggota keluarga sebagai tenaga pelaksana (pekerja).
  2. Peralatan yang digunakan mencerminkan kesederhanaan sehingga memberikan kesan mudah diikuti baik dari segi investasi maupun operasional.
  3. Dalam operasionalnya dilakukan sedemikian rupa sehingga penggunaan pompa air laut seminimal mungkin, sehingga dapat menghemat penggunaan
    listrik yang pada gilirannya dapat menekan ongkos produksi.
  4. Melaksanakan kegiatan usaha yang terbatas mesalnya pemeliharaan larva dari telur hingga D20 s/d D25 atau D1/D2 hingga D20/D25.
  5. Melaksanakan investasi relatif kecil sehingga mudah diikuti oleh masyarakat luas.
  6. Dengan kesederhanaan sarananya, sebagian input produksinya seperti telur kakap putih, algae (fitoplankton) dan ritefer (zooplankton) bergantung pada
    pembenihan lain.
  7. Jumlah unit bak pemeliharaan larva per kepala keluarga disarankan lebih kecil atau sama dengan tiga buah. Karena semakin besar jumlah bak semakin banyak konsentrasi terpecah dan harus semakin lengkap sarana yang dibutuhkan. Ukuran bak disesuaikan dengan kemampuan dan luas lahan, disarankan ukuran bak minimal 10 m³ .
3. MANFAAT
Usah pembenihan kakap putih skala rumah tangga diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
  1. Membantu memecahkan kesulitan petani kurung apung yang selalu kekurangan benih pada waktu musim tanam.
  2. Menyediakan kakap putih dengan harga yang lebih rendah dengan kualitas yang baik sehingga meningkatkan daya saing kakap putih Indonesia di pasaran internasional.
  3. Memanfaatkan tanah pekarangan sekaligus meningkatkan pendapatan keluarga, terutama yang bertempat tingga di daerah pantai.
  4. Menciptakan lapangan kerja.
  5. Mendukung program nasional "Meningkatkan Ekspor Non Migas" melaui pengadaan salah satu komponen produksi dalam sistim budidaya kakap
    putih.
  6. Membantu penyediaan benih untuk petani ikan di kurung apung dengan memberikan kesempatan dan mendidik mereka untuk menghasilkan benih
    sendiri.
4. PERSYARATAN LOKASI
Keberhasilan dalam operasional pembenihan kakap putih sangat tergantung pada lokasi yang tepat, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemilihan lokasi adalah sebagai berikut :
  1. Sumber Air Laut
    Sumber air laut yang dipergunakan untuk pembenihan harus bersih dan jernih sepanjang tahun, perubahan salinitas relatif kecil. Lokasi yang sesuai biasanya di teluk yang terlindung dari gelombang/arus kuat dan terletak di lingkungan pantai yang berkarang dan berpasir. Lokasi juga harus jauh dari buangan sampah pertanian dan industri. Persyaratan teknis kimia dan fisika yang memenuhi syarat adalah sebagai berikut :
    • Salinitas : 28 - 35
    • pH : 7,8 - 8,3
    • Alkalinitas : 33 - 60 ppm
    • Bahan organik : < 10 ppm
    • Amoniak : < 2 ppm
    • Nitrit : < 1 ppm
    • Suhu : 30 - 33°C
    • Kejernihan : maksimum
  2. Kemudahan
    Lokasi harus terletak pada jarak kurang dari 3 jam perjalanan dari lokasi induk matang telur, 12 jam dari lokasi pemasok telur/larva D1 dan tidak lebih dari 12 jam perjalanan ke lokasi pemasaran.
  3. Sumber Air Tawar
    Air tawar dibutuhkan untuk menurunkan salinitas air laut yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan. Selain itu air tawar juga digunakan untuk mencuci bak dan peralatan pembenihan lainnya agar tidak mudah berkarat.
  4. Sumber Listrik
    Pembenihan tidak dapat dioprasikan tanpa listrik. Listrik sangat penting sebagai sumber tenaga untuk menjalankan peralatan pembenihan seperti blower, pompa air dan sistim penunjang lainnya. Pemasangan generator mutlak diperlukan terutama untuk daerah yang sering tejadi pemadaman aliran listrik.
  5. Topography
    Lokasi pembenihan harus terletak pada daerah bebas banjir, ombak dan pasang laut. Lokasi tersebut juga harus terdiri dari tanah yang padat/kompak. Walaupun pembenihan skala rumah tangga secara keseluruhan berskala kecil, namun bak pemeliharaan larva tetap bertonase besar sehingga tanah dasar haruslah dipilih yang cukup stabil, misalnya menghindari bekas timbunan sampah agar kekuatan bak terjamin.
5. FASILITAS DAN DISAIN HSRT KAKAP PUTIH
  1. Fasilitas
    Fasilitas yang diperlukan dalam unit pembenihan kakap putih skala kecil cukup sederhana yaitu pompa, bak penampungan air tawar dan air laut, bak pakan alami, bak pemeliharaan larva dan bak penetasan artemia, aerator/blower dan perlengkapannya serta peralatan lapangan sebagai penunjangnya.
    1. Pompa
      Pompa diperlukan untuk mendapatkan air laut maupun air tawar. Apabila air laut relatif bersih dapat langsung dipompakan ke bak penyaringan dan disimpan dalam bak penampungan air. Jika sumber air laut relatif keruh dan banyak mengandung partikel lumpur, maka air laut di sedimentasikan dalam bak pengendapan, selanjutnya bagian permukaan air yang relatif jernih di pompa ke bak penyairngan, spesifikasi pomapa hendaknya dipilih dengan baik karena ukuran pompa tergantung pada jumlah air yang diperlukan persatuan waktu, disarankan untuk HSRT dengan kapasitas 3 bak pemeliharaan larva masing-masing dengan kapasitas 10 m 3 air, ukuran pompa 1,5 inci.
    2. Bak Penampungan Air Tawar dan Air Laut
      Bak penampungan air dibangun pada ketinggian sedemikian rupa sehingga air dapat didistribusikan secara gravitasi ke dalam bak-bak dan sarana lainnya yang memerlukan air (laut, tawar bersih). Bak terbuat dari semen dan sebaiknya volume bak minimal sama dengan volume bak pemeliharaan larva. Bila tidak ada bak penampungan khusus dapat mengunakan bak pemeliharaan larva yang difungsikan sebagai bak penampungan air, kemudian dialirkan dengan menggunakan pompa submarsibel.
    3. Bak Pemeliharaan larva
      Bak pemeliharaan larva dapat terbuat dari semen, fiber glass atau konsstruksi kayu yang dilapisi plastik, masing-masing bahan mempunyai kelebihan dan kekurangan. Ukuran bak dapat dibuat sesuai dengan kemampuan dan target produksi yang ingin dicapai, tetapi disarankan kapasitas/volumenya minimal 10 m 3 karena bak dengan volume yang lebih kecil stabilitas suhunya kurang terjamin. Tinggi bak antara 1,2 - 1,5 m, bak yang terlalu tinggi akan meyulitkan dalam pengelolaan sehari-hari. Bentuk bak bisa bulat atau segi empat. Tergantung besarnya dana dan selera. Yang harus diperhatikan dalam hal bentuk dan ukuran bak adalah tidak menyulitkan dalam pengelolaan sehari-hari juga memudahkan sirkulasi air. Bak dengan bentuk bulat, saluran pembuangannya terletak di tengah dengan dasar miring (kemiringan 5%) ke tengah (ke saluran pembuangan). Pada saluran pembuangan dapat dipasang pipa tegak untuk mengatur dan mengontrol ketinggian air (Gambar 1).
      Gambar 1. Desain bak pemeliharaan larva bentuk bulat


      Bak segi empat sebaiknya berbentuk memanjang untuk memudahkan pergantian air dan pada sudut-sudutnya tidak boleh mempunyai sudut mati (sudut yang tajam). Sudut yang tajam akan meyebabkan sirkulasi air tidak sempurna sehingga sisa metabolit dan kotoran lain terkumpul pada sudut bak, disamping itu sudut yang tajam juga akan menyulitkan dalam pembersihan bak. Pada bak dalam bentuk segi empat saluran pemasukan dan pembuangan air diletakkan pada sisi yang berlawanan, pada saluran pembuangan dapat dipasang pipa tegak (pipa goyang) untuk mengatur dan mengontrol ketinggian air. Dasar bak dibuat miring dengan kemiringan 5% agar memudahkan dalam pembersihan bak. Selain itu dinding dan dasar bak harus halus agar tidak mudah ditempeli kotoran, jamur dan parasit serta tidak menyulitkan dalam pembersihan bak.
      Gambar 2. Bak pembuangan
      Untuk keperluan pemanenan benih, baik pada bak bentuk bulat maupun bentuk segi empat pada ujung saluran pembuangannya dilengkapi dengan bak berukuran kecil untuk menempung benih yang akan dipanen. Bak pemeliharaan larva memerlukan penutup di atasnya untuk mencegah masuknya kotoran dan benda asing yang tidak dikehendaki serta melindungi bak pemeliharaan dari air hujan. Tutup bak dapat terbuat dari plastik dan sebaiknya berwarna gelap untuk melindungi air/media pemeliharaan larva dari penyinaran matahari yang berlebihan, sehingga mencegah terjadinya blooming plankton pada medium air pemeliharaan larva. Selain itu penutup bak juga dapat mencegah terjadinya fluktuasi suhu yang terlalu tinggi serta dapat menaikkan suhu pada bak pemeliharaan larva.
    4. Bak Kultur Plankton
      Plankton (fito dan zooplankton) mutlak diperlukan sebagai pakan bagi pemeliharaan larva kakap putih yaitu saat larva mulai mengambil/membutuhkan makanan dari lingkungannya karena cadangan makanannya yang berupa kuning telur sudah habis. Selain sebagai pakan alami, fitoplankton juga berfungsi sebagai pengendali kualitas air dan pakan bagi kultur zooplankton/rotifer. Bak untuk kultur plankton dapat dibuat dengan konstruksi kayu yang dilapisi plastik, karena volume yang dibutuhkan tidak terlalu besar. Ukuran bak cukup 2 x 2 x 0,6 meter masing-masing 4 buah untuk kultur
      fitoplankton dan 4 buah lagi untuk kultur zooplankton (masing-masing bak kultur plankton termasuk bak cadangan). Jumlah dan ukuran bak kultur
      plankton sebesar itu cukup untuk menyediakan pakan alami satu sikles pemeliharaan (3 bak pemeliharaan larva dengan kapasitas 10 m 3 ).
    5. Bak Penetasan Artemia
      Makanan alami lain yang dibutuhkan bagi kehidupan larva adalah Artemia salina. Artemia yang beredar di pasaran umum adalah berupa cyste atau
      telur, sehinga untuk memperoleh naupli artemia yang siap diberikan pada larva sebagai makanan harus ditetaskan terlebih dahulu. Untuk memperoleh naupli, cyste dapat langsung ditetaskan atau didekapsulasi dahulu sebelum ditetaskan. Bak penetasan artemia dapat terbuat dari fiber glass atau plastik
      berbentuk kerucut yang pada bagian ujung kerucutnya dilengkapi stop kran untuk pemanenan naupli artemia. Bentuk kerucut merupakan alternatif terbaik karena hanya dengan satu batu aerasi di dasar kerucut dapat mengaduk seluruh air di dalam bak penetasan secara merata, sehinga cyste dapat menetas dengan baik karena tidak ada yang mengendap atau melekat di dasar bak. Volume bak penetasan sebaiknya minimal 25 - 30 liter untuk menetaskan cyste artemia sebanyak 150 - 200 gram.
    6. Aerator
      Larva memerlukan oksigen terlarut dalam air untuk proses metabolisme dalam tubuhnya, selain itu gelembung udara yan dihasilkan oleh aerator dapat mempercepat proses penguapan berbagai gas beracun dari medium air pemeliharaan larva. Selain pertimbangan harga, aerator sebaiknya bentuk dan ukurannya kecil, kekuatan tekanannya cukup besar (sampai kedalaman 1 - 1,2 m) serta kebutuhan listriknya kecil. Perlengkapan lain dari aerator adalah batu aerasi, slang aerasi dan penatur aerasi untuk mengatur tekanan udara.
  2. 2) Peralatan Lapangan
    Untuk menunjang pengelolaan pembenihan sehari-hari diperlukan beberapa ember plastik, antara lain untuk menampung makanan sebelum diberikan ke larva, ember panen untuk menampung dan menghitung benih serta ember untuk menyaring air saat disiphon. Peralatan lain adalah gayung untuk menebarkan pakan, blender untuk mengaduk dan menghaluskan pakan buatan bila diperlukan, saringan pakan (plankton net) berbagai ukuran sesuai dengan lebar bukaan mulut larva serta slang air dari berbagai ukuran sesuai kebutuhan.
  3. 3) Desain HSRT
    Tata letak semua fasilitas HSRT harus diatur sedemikian rupa secara matang dan menunjukan dimensi yang tepat sehinga lahan dan fasilitas yang tersedia dapat digunakan seefisien mungkin, yang pada gilirannya dapat memudahkan pekerjaan sehari-hari dan menekan biaya operasional. Salah satu contoh tata letak fasilitas HSRT disarankan seperti dalam gambar 3.
    Gambar 3. Disain HSRT

6. TEKNIK PEMELIHARAAN
  1. Pemeliharaan Larva
    Sebelum larva dipindahkan (kira-kira 1 - 2 hari sebelumnya), bak pemeliharaan larva harus dicuci dengan air tawar dan disikat lalu dikeringkan selama 1 - 2 hari. Membersihkan bak dapat juga dilakukan dengan cara membilaskan larutan sodium hypokhlorine 150 ppm pada dinding bak, selanjutnya dikeringkan selama 2 - 3 jam untuk menghilangkan chlorine yang bersifat racun. Air media pemeliharaan larva yang bebas dari pencemaran dengan suhu 26
    - 28 0 C dan salinitas 29 - 32 ppt diisikan ke dalam bak dengan cara disaring dengan penyaring pasir atau kain penyaring untuk menghindari kotoran yang terbawa air laut. Untuk mensuplai oksigen bak dilengkapi sistim aerasi dan batu aerasi yang diletakkan secara terpencar agar merata keseluruhan air di dalam bak. Larva yang baru menetas mempunyai panjang total 1,21 - 1,65 mm, melayang dipermukaan air dan berkelompok dekat aerasi. Umur 30 hari
    larva ditempatkan di dalam bak yang terlindung dari pengaruh langsung sinar matahari (semi out door tanks). Padat penebaran awal dalam bak pemeliharaan adalah 70 - 80 larva/liter volume air. Pada hari 8 - 15 tingkat kepadatan dikurangi menjadi 30 - 40 larva/liter, setelah hari ke 16 kepadatan larva diturunkan menjadi 20 - 30 larva/liter, karena pada umur ini larva sudah menunjukan perbedaan ukuran dan sifat kanibalisme. Tingkat kepadatan larva pada masing-masing tingkatan umur dapat dilihat pada tabel 1.
    Tabel 1. Padat Penebaran Larva Kakap Putih yang Dipelihara Sampai Umur 30 Hari.
    Umur larva (hari)
    Jumlah larva/liter
    1 - 7
    70 - 80
    8 - 15
    30 - 40
    16 - 23
    20 - 30
  2. Pemberian Pakan Alami
    Sejak pertama larva sudah harus diberi Chlorella dan Tetraselmis, selain sebagai pakan larva, berfungsi pula sebagai pengendali kualitas air dan pakan Rotifer. Padat penebaran untuk Tetraselmis adalah 8 - 10 x 1000 sel/ml sedangkan untuk Chlorella adalah 3 - 4 x 10.000 sel/ml. Umur 2 hari, larva sudah mulai membuka mulut, pada saat ini hingga hari ke 7 ke dalam bak ditambahkan Rotifera (Brachionus plicatilis) dengan padat penebaran 5-7 individu/ml. Pada hari ke 8 sampai hari ke 14 pemberian Rotifera ditingkatkan jumlahnya menjadi 8 - 15 individu/ml. Pada umur 15 hari larva mulai diberi pakan Artemia dengan kepadatan 11 - 2 individu/ml. Setelah berumur 30 hari, dengan panjang badan 12 - 15 mm larva sudah dapat memakan cacahan daging segar, adapun jenis dan jumlah pakan yang diberikan pada larva kakap putih dapat dilihat pada tabel 2.
    Tabel 2. Jenis dan jumlah pakan yang diberikan pada larva kakap putih.

    Jenis
    Pakan
    Jumlah
    Pakan
    Umur
    (hari)
    Frekuensi
    (kali/hari)
    Alga bersel satu :
    - Tetraselmis sp
    - Chlorella sp
    8 - 10 - 1000 sel/ml
    3 - 4 x 10.000 sel/ml
    1 - 14
    1 - 14
    1
    1
    Rotefera :
    Bractionus sp
    Nauplii Artemia
    5 - 7 individu/ml
    8 - 15 individu/ml
    2 - 3 individu/ml
    3 - 7
    8 - 14
    15 - 20
    4
    4
    2 - 3
    Cacahan daging ikan sesuai kebutuhan 20 >
  3. 3) Pengelolaan Air
    Pengelolaan air yang baik dapat memberikan pertumbuhan larva yang cepat dengan tingkat keluluran hidup (survival rate) lebih tinggi. Dalam hal ini yang terpenting adalah agar selalu mempertahankan lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan dan kehidupan larva. Disamping itu perubahan yang bersifat mendadak atau lingkungan yang tidak mendukung akan mengakibatkan kematian larva, untuk menekan tingkat kematian disamping perlu diperhatikan masalah sanitasi dan pengaturan pakan yang seksama perlu diperhatikan pengelolaan air yang baik. Pada pemeliharaan larva kakap putih penggantian air dilakukan mulai pada hari ke 13 sebanyak 10 - 20% hari sampai hari ke 14. Pada hari ke 15 sampai hari ke 25 penggantian air sebanyak 30 - 40%, dilakukan secara penyiponan.
7. PENGGOLONGAN UKURAN (Grading)
Pemeliharaan larva kakap putih dalam lingkungan terbatas denan persaingan pakan dan ruangan akan mengakibatkan pertumbuhan yang tidak merata. Penggolongan ukuran (grading) dimaksudkan untuk mencegah saling memakan sesama larva (kanibalisme), oleh karena ikan kakap putih mempunyai sifat karnifor (ikan pemangsa). Sifat kanibal pada larva kakap putih akan semakin kelihatan saat mulai makan artemia (± 10 hari). Wadah yang digunakan untuk penggolongan ukuran terbuat dari plastik yang dilubangi dinding-dindingnya dengan ukuran tertentu pula, ukuran lubang bervareasi antara 2,5 - 10 mm.
Penggolongan ukuran dilakukan dengan cara memasukkan baskom plastik ke dalam bak pemeliharaan di atas aerasi, agar ikan yang ukuran lebih kecil dari
lubang dapat lolos dan larva yang lebih besar tidak dapat lolos, selanjutnya larva yang ukurannya lebih besar dipisahkan dan dilakukan lagi pengolongan ukuran dengan menggunakan baskom yang mempunyai lubang ukuran lebih besar. Cara ini akan memisahkan ikan ke dalam beberapa ukuran tertentu dan mempermudah pengelolaannya. Penggolongan ukuran dilakukan dua kali yaitu penggolongan pertama pada hari ke 10-14 dan penggolongan kedua pada hari ke 20 - 25. Ukuran lubang bervareasi antara 2,5 - 10 mm.
8. PANEN
Cara panen tergantung dari bentuk dan kapasitas pemeliharaan untuk bak yang memiliki saluran keluar akan lebih mudah dilakukan dengan menempatkan arus
air keluar. Sedangkan yang tanpa saluran keluar, panen dilakukan dengan cara mengurangi air pada bak pemeliharaan sampai kedalaman tinggal 10 - 20 cm, kemudian benih ditangkap dengan scopnet. Agar larva kakap putih tidak mengalami stress pada saat panen, dilakukan secara hati-hati dan pada penampungan sementara diberi aerasi secukupnya.
9. ANALISA USAHA
Produksi Kakap Putih D20/tahun 8 siklus fasilitas 3 bak @ 10 m 3 .
  1. 1) Pendapatan (SR 28%): 1.200.000 x 3 x 8 x Rp. 20,- Rp. 96.000.000,-
  2. 2) Biaya tetap
    1. a. Biaya konstruksi
      • - 3 buah bak 10 ton@ Rp. 2.500.000,- = Rp. 7.500.000,-
      • -8 buah bak kultur plakton 2 ton @ Rp. 1.000.000,- = Rp. 8.000.000,-
      • - 1 buah bak tandon 10 ton Rp. 3.000.000,- = Rp. 18.000.000,-
      • - Penyusutan 10% Rp. = 1.850.000,-
        Jumlah : = Rp. 20.350.000,-
    2. b. Peralatan
      • - 3 buah vortex blower 80 watt Rp. 625.000,- = Rp. 1.875.000,-
      • - 1 buah pompa air laut 1,5" = Rp. 350.000,-
      • - 1 buah pompa DAB 3/4" = Rp. 80.000,-
      • - Plankton net Rp. 100.000,-
      • - Peralatan kerja Rp. 500.000,- = Rp. 2.905.000,-
      • - Penyusutan 20% = Rp. 581.000,-
      • - Ijin usaha = Rp. 500.000,-
        Jumlah : = Rp. 3.986.000,-
        Total Jumlah (a+b) : Rp. 24.336.000,-
    3. 3) Biaya Operasional
      1. a. Telur 700.000 x 3 x 8 x Rp. 0,5 Rp. 2.520.000,-
      2. b. 8 paket pupuk/bahan kimia Rp. 150.000,- Rp. 1.200.000,-
      3. c. Pakan artemia 45 kg x 8 x Rp. 90.000,- Rp. 32.400.000,-
      4. d. Listrik 12 x Rp. 50.000,- Rp. 600.000,-
      5. e. Lain-lain Rp. 200.000,-
        Jumlah : Rp. 36.920.000,-
    4. 4) Total biaya produksi
      Biaya tetap + biaya operasional = Rp. 24.336.000,- + Rp. 36.920.000,- Rp. 61.256.000,-
    5. 5) Keuntungan operasional
      Biaya - biaya operasional = Rp. 96.000.000,- ˜ Rp. 36.920.000,- Rp. 59.080.000,-
    6. 6) Keuntungan bersih : Pendapatan - biaya tetap - biaya operasional = Rp. 96.000.000,- ˜ Rp. 24.336.000,- ˜ Rp. 36.920.00,- Rp. 34.774.000,-
10. DAFTAR PUSTAKA
  1. 1) Anonim, 1995. Multi - Species Hatchery. Seafdec Asian Aquaculture Vol. XVII No. 2, 1995.
  2. 2) Dit. Bina Sumber Hayati. Peta Sumber Perikanan Indonesia.
  3. 3) Mintardjo, K., H. Santoso, Suci Antoro, 1995. Teknologi Pembenihan Kakap Putih (Lates calcarifer, Blosh), BBL - Lampung.
  4. 4) Mintardjo, K., 1993. Kakap Putih Komoditi Potensial Untuk Pengembangan Agribisnis Desa Pantai, Buletin Budidaya Laut No. 7, 1993.
  5. 5) Mintardjo, K., H. Suci Antoro. Hidayat Adi Sarwono, 1996. Pengembangan HSRT Multi Species Udang - Kakap Putih.
11. SUMBER
Pembenihan Kakap Putih (Lates calcariver, Bloch) Skala Rumah Tangga (HSRT - Hatchery Skala Rumah Tangga), Direktorat Bina Pembenihan, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta, 1996
12. KONTAK HUBUNGAN
Direktorat Bina Pembenihan, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta.

BUDIDAYA IKAN KAKAP PUTIH  

Posted by zry kendji in ,


(Lates calcalifer, Bloch)
DI KERAMBA JARING APUNG
1. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki potensi sumber daya perairan yang cukup besar untuk usaha budidaya ikan, namun usaha budidaya ikan kakap belum banyak berkembang, sedangkan di beberapa negara seperti: Malaysia, Thailand dan Singapura, usaha budidaya ikan kakap dalam jaring apung (floating net cage) di laut telah berkembang. Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) atau lebih dikenal dengan nama seabass/Baramundi merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Produksi ikan kakap di indonesia sebagian besar masih dihasilkan dari
penangkapan di laut, dan hanya beberapa saja diantarannya yang telah di hasilkan dari usah pemeliharaan (budidaya). Salah satu faktor selama ini yang menghambat perkembangan usaha budidaya ikan kakap di indonesia adalah masih sulitnya pengadaan benih secara kontinyu dalam jumlah yang cukup. Untuk mengatasi masalah benih, Balai Budidaya Laut Lampung bekerja sama dengan FAO/UNDP melalui Seafarming Development Project INS/81/008 dalam upaya untuk memproduksi benih kakap putih secara massal. Pada bulan April 1987 kakap putih telah berhasil dipijahkan ddengan rangsangan hormon, namun demikian belum diikuti dengan keberhasilan dalam pemeliharaan larva. Baru pada awal 1989 kakap putih dengan sukses telah dapat dipelihara larvanya secara massal di hatchery Balai Budidaya Lampung. Dalam upaya pengembangan budidaya ikan kakap putih di indonesia, telah dikeluarkan Paket Teknologi Budidaya Kakap Putih di Karamba Jaring Apung melalui rekomendasi Ditjen Perikanan No. IK. 330/D2. 10876/93K, yang dilanjutkan dengan Pembuatan Petunjuk Teknis Paket Teknologi.
2. BIOLOGI
Ikan kakap putih adalah ikan yang mempunyai toleransi yang cukup besar terhadap kadar garam (Euryhaline) dan merupakan ikan katadromous (dibesarkan di air tawar dan kawin di air laut). Sifat-sifat inilah yang menyebabkan ikan kakap putih dapat dibudidayakan di laut, tambak maupun air tawar. Pada beberapa daerah di Indonesia ikan kakap putih dikenal dengan beberapa nama seperti: pelak, petakan, cabek, cabik (Jawa Tengah dan Jawa Timur), dubit tekong (Madura), talungtar, pica-pica, kaca-kaca (Sulawesi). Ikan kakap putih termasuk dalam famili Centroponidae, secara lengkap taksonominya adalah sbb:
Phillum : Chordata
Sub phillum : Vertebrata
Klas : Pisces
Subclas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Famili : Centroponidae
Genus : Lates
Species : Lates calcarifer (Block)
Ciri-ciri morfologis antara lain adalah:
  1. Badan memanjang, gepeng dan batang sirip ekor lebar.
  2. Pada waktu masih burayak (umur 1 ~ 3 bulan) warnanya gelap dan setelah menjadi gelondongan (umur 3 ~ 5 bulan) warnanya terang dengan bagian punggung berwarna coklat kebiru-biruan yang selanjutnya berubah menjadi keabu-abuan dengan sirip berwarna abu-abu gelap.
  3. Mata berwarna merah cemerlang.
  4. Mulut lebar, sedikit serong dengan geligi halus.
  5. Bagian atas penutup insang terdapat lubang kuping bergerigi.
  6. Sirip punggung berjari-jari keras 3 dan lemah 7 ~ 8. Sedangkan bentuk sirip ekor bulat.
3. PEMILIHAN LOKASI
Sebelum kegiatan budidaya dilakukan terlebih dahulu diadakan pemilihan lolkasi. Pemilihan lokasi yang tepat akan menentukan keberhasilan usaha budidaya ikan kakap putih. Secara umum lokasi yang baik untuk kegiatan usaha budidya ikan di laut adalah daerah perairan teluk, lagoon dan perairan pantai yang terletak diantara dua buah pulau (selat). Beberapa persyaratan teknis yang harus di penuhi untuk lokasi budidaya ikan kakap putih di laut adalah:
  1. Perairan pantai/ laut yang terlindung dari angin dan gelombang
  2. Kedalaman air yang baik untuk pertumbuhan ikan kakap putih berkisar antara 5 ~ 7 meter.
  3. Pergerakan air yang cukup baik dengan kecepatan arus 20-40 cm/detik.
  4. Kadar garam 27 ~ 32 ppt, suhu air 28 ~ 30 0 C dan oksigen terlarut 7 ~ 8 ppm
  5. Benih mudah diperoleh.
  6. Bebas dari pencemaran dan mudah dijangkau.
  7. Tenaga kerja cukup tersedia dan terampil.
4. SARANA DAN ALAT BUDIDAYA
  1. Sarana dan Alat
    Pemeliharaan ikan kakap di laut umumnya dilakukan dalam keramba jaring apung (floating net cage) dengan metoda operasional secara mono kultur. Secara garis besar keramba jaring apung terdiri dari beberapa bagian yaitu:
    1. Jaring
      Jaring terbuat dari bahan:
      • Bahan: Jaring PE 210 D/18 dengan ukuran lebar mata 1 ~ 1,25”, guna untuk menjaga jangan sampai ada ikan peliharaan yang lolos keluar.
      • Ukuran: 3 m x 3 m x 3 m
      • 1 Unit Pembesaran: 6 jaring (4 terpasang dan 2 jaring cadangan)
    2. Kerangka/Rakit: Kerangkan berfungsi sebagai tempat peletakan kurungan.
      • Bahan: Bambu atau kayu
      • Ukuran: 8 m x 8 m
    3. Pelampung: Pelampung berpungsi untuk mengapungkan seluruh sarana budidaya atau barang lain yang diperlukan untuk kepentingan pengelolaan
      • Jenis: Drum (Volume 120 liter)
      • Jumlah: 9 buah.
    4. Jangkar: Agar seluruh sarana budidaya tidak bergeser dari tempatnya akibat pengaruh angin, gelombang digunakan jangkar.
      • Jenis yang dipakai: Besi atau beton (40 kg).
      • Jumlah : 4 buah
      • Panjang tali : Minimal 1,5 kali ke dalam air
    5. Ukuran benih yang akan Dipelihara: 50-75 gram/ekor
    6. Pakan yang digunakan: ikan rucah
    7. Perahu : Jukung
    8. Peralatan lain : ember,serok ikan, keranjang, gunting dll
  2. Gbr 1
    Gbr 2
    Gbr 3
    Gbr 4
    Konstruksi wadah pemeliharaan
    Perakitan karamba jaring bisa dilakukan di darat dengan terlebih dahulu dilakukan pembuatan kerangka rakit sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Keangkan ditempatkan di lokasi budidaya yang telah direntukan dan agar
    tetap pada tempatnya (tidak terbawa arus) diberi jangkar sebanyak 4 buah.Jaring apung apa yang telah dibuat berbentuk bujur sangkar pada kerangka rakit dengan cara mengikat keempat sudut kerangka. Cara pengikatan jaring dapat dilihat pada gambar 2. Untuk membuat jaring agar berbentuk bujur sangkar, maka pada sudut
    bagian bawah jaring diberi pemberat seperti pada gambar 3 di bawah ini. Gambar 3. Jaring Berbentuk Bujur SangkarUntuk dapat mengikat bambu/kayu dengan mudah dapat dilihat pada gambar 4.
5. OPERASIONAL BUDIDAYA
  1. Metode Pemeliharaan
    Benih ikan yang sudah mencapai ukuran 50-70 gram/ekor dari hasil pendederan atau hatchery, selanjutnya dipelikara dalam kurungan yang telah disiapkan. Penebaran benih ke dalam karamba/jaring apung dilakukan pada kegiatan sore hari dengan adaptasi terlebih dahulu. Padat penebaran yang ditetapkan adalah 50 ekor/m 3 volume air. Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari dengan takaran pakan 8-10% botol total badan perhari. Jenis pakan yang diberikan adalah ikan rucah (trash fish). Konversi pakan yang digunakan adlah 6:1 dalam arti untuk menghasilkan 1 kg daging diperlukan pakan 6 kg. Selama periode pemeliharan yaitu 5-6 bulan, dilakukan pembersihan kotoran yang menempel pada jaring, yang disebabkan oleh teritif, algae, kerang-kerangan dll. Penempelan organisme sangat menggangu pertukaran air dan menyebabkan kurungan bertambah berat. Pembersihan kotoran dilakukan secara periodik paing sedikit 1 bulan sekali dilakukan secara berkala atau bisa juga tergantung kepada banyak sedikitnya organisme yang menempel. Penempelan oleh algae dapat ditanggulangi dengan memasukkan beberapa ekor ikan herbivora (Siganus sp.) ke dalam kurungan agar dapat memakan algae tersebut. Pembersihan kurungan dapat dilakukan dengan cara menyikat atau menyemprot dengan air bertekanan tinggi. Selain pengelolaan terhadap sarana /jaring, pengelolaan terhadap ikan peliharaan juga termasuk kegiatan pemeliharaan yang harus dilakukan. Setiap hari dilakukan pengontrolan terhadap ikan peliharaan secara berkala, guna untuk menghindari sifat kanibalisme atau kerusakan fisik pada ikan. Disamping itu juga untuk menghindari terjadinya pertumbuhan yang tidak seragam karena adanya persaingan dalam mendapatkan makanan. Penggolongan ukuran (grading) harus dilakukan bila dari hasil pengontrolan terlihat ukuran ikan yang tidak seragam. Dalam melakukan pengontrolan, perlu dihindari jangan sampai terjadi stress.
  2. Panen
    Lama pemeliharan mulai dari awal penebaran sampai mencapai ukuran ± 500 gram/ekor diperlikan waktu 5-6 bulan. Dengan tingkat kelulusan hidup/survival rate sebesar 90% akan didapat produksi sebesar 2.250 kg/unit/periode budidaya. Pemanenan dilakukan dengan cara mengangkat jaring keluar rakit, kemudian dilakukan penyerokan.
  3. Penyakit
    Publikasi tentang penyakit yang menyerang ikan-ikan yang dibudidayakan di laut seperti ikan kakap putih belum banyak dijumpai. Ikan kakap putih ini termasuk diantara jenis-jenis ikan teleostei. Ikan jenis ini sering kali diserang virus, bakteri dan jamur. Gejala-gejala ikan yang terserang penyakit antara lain adalah, kurang nafsu makan, kelainan tingkah laku, kelainan bentuk tubuh dll. Tindakan yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi penyakit ini adalah:
    1. menghentikan pemberian pakan terhadap ikan dan menggantinya dengan jenis yang lain;
    2. memisahkan ikan yang terserang penyakit, serta mengurangi kepadatan;
    3. memberikan obat sesuai dengan dosis yang telah ditentukan.
6. ANALISA USAHA 1 TAHUN (2 PERIODE BUDIDAYA)
  1. Biaya Investasi
    • Karamba jaring apung 1 unit Rp. 2.500.000,-
    • Perahu jukung 1 unit Rp. 150.000,-
    • - Peralatan budidaya Rp. 300.000,-
      Jumlah Rp. 2.950.000,-
  2. Biaya Operasional
    • Benih 2 x 5.000 ekor x Rp 200,- Rp. 2.000.000,-
    • Pakan 2 x 13.500 kg x Rp 250,- Rp. 6.750.000,-
    • Tenaga kerja 2 orang x 1 x 6 buah x Rp. 75.000,- Rp. 900.000,-
      Jumlah Rp. 9.650.000,-
  3. Jumlah biaya (1+2) Rp. 2.950.000 + Rp 9.650.000,- Rp. 12.600.000,-
  4. Pendapatan 2 x 2.250 kg x Rp 4.000,- Rp. 18.000.000,-
  5. Selisih pendapatan dan biaya total(4-3) Rp. 5.400.000,-
  6. Penyusutan 50% x Rp 2.950.000,- Rp. 1.475.000,-
  7. Laba sebelum pajak (5-6)
Catatan
1. Harga yang dipergunakan merupakan harga di Lampung tahun 1992/1993, Perhitungan tidak menggunakan dana dari bank
7. DAFTAR PUSTAKA
  1. Anomius. 1990. “Perkembangan Rekayasa Teknologi Pembenihan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) di Balai Budidaya Laut Lampung”, Ditjen Perikanan, Lampung.
  2. Anomius, 1992. Buletin Budidaya Laut seri 5 & 6. BBL Lampung, Ditjen Perikanan, Lampung.
  3. Anomius, 1990/1991. Usaha Penanggulangan Serangan Penyakit pada Usaha Budidaya Laut/Rumput Laut, Ditjen Perikanan, Jakarta
  4. Djamali, M. A., Hutomo Burhanuddin dkk, 1986 “Sumber daya ikan kakap (Lates calcalifer) dan Bambangan (Lujtanus spp) di Indonesia”. LON LIPI,
  5. Hardjono, 1987. Biologi dan Budidaya Kakap Putih (Lates calcarifer) INFISH Manual seri No. 47. Ditjen Perikanan-International Development Research Centre. Jakarta.
8. SUMBER
Paket Teknologi Pembesaran Ikan Kakap Putih ( Lates calcarifer, Bloch) di Keramba Jaring Apung, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, 1994.
9. KONTAK HUBUNGAN
Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta Jakarta, Maret 2001

PEMBENIHAN KAKAP PUTIH  

Posted by zry kendji in ,


(Lates calcalifer, Bloch)
1. PENDAHULUAN
Kakap Putih (Lates calcarifer) merupakan salah satu jenis ikan yang banyak disukai masyarakat dan mempunyai niali ekonomis yang tinggi. Peningkatan permintaan akan jenis ikan ini harus segera diimbangi dengan upaya budidaya. Salah satu faktor yang cukup penting dalam melaksanakan budidaya adalah "benih ikan". Ketersediaan benih dalam kualitas yang baik dan dengan kuantitas yang cukup akan membawa kegiatan budidaya kakap putih berhasil.
2. TEKNIK PEMBENIHAN
Rancang bangun rencana pembenihan kakap putih dibuat sedemikian rupa, sehingga semua fasilitas dan perlengkapan harus ditempatkan dengan tepat untuk menunjang kelancaran kegiatan. Fasilitas yang diperlukan untuk pembenihan kakap putih antara lain: kurungan apung untuk pemeliharaan induk, bak pemijahan, bak penetasan telur, bak pemeliharaan larva, bak kultur pakan alami/plankton dan penetasan artemia, bak penampungan air tawar/laut, pompa dan blower beserta instalasinya serta sumber listrik.
3. METODA
Pemijahan induk kakap putih matang kelamin dapat dilakukan dengan 2 (dua) metoda, yaitu:
  1. Rangsangan Hormonal
    Pemijahan dengan rangasangan hormonal dilakukan denga penyuntikan hormon Human Chorionic Gonadotropin (HCG) dan Puberogen. Penyuntikan
    dilakukan secara intra muscular sebanyak 2 kali dengan selang waktu antara penyuntikan pertama dan kedua 24 jam. Takaran hormon yang dipergunakan adalah:
    1. Penyuntikan I : 250 IU HCG + 50 RU Puberogen/kg induk
    2. Penyuntikan II : 500 IU HCG + 100 RU Puberogen/kg induk
  2. Manipulasi Lingkungan
    Pemijahan ini dilakukan dengan cara manipulasi lingkungan di bak pemeliharaan, sehingga seolah-olah mirip di alam. Perlakuan manipulasi lingkungan yang diterapkan berupa penurunan dan penaikan kedalaman air yang berakibat pula terhadap perubahan suhu dan kadar garam. Pemijahan umumnya dilakukan menurut siklus peredaran bulan, yaitu pada waktu bulan gelap atau bulan purnama. Perubahan-perubahan ini akan merangsang terjadinya pemijahan. Pemijahan biasanya terjadi pada malam hari, antara pukul 19.00 - 20.00 WIB.
4. PEMILIHAN INDUK MATANG KELAMIN
Induk kakap putih yang berukuran 3 - 4,5 kg/ekor dipelihara dalam kurungan apung di laut untuk pematangan kelamin. Pakan yang diberikan berupa ikan rucah segar dengan kandungan protein tinggi dan lemah rendah, disamping itu diberikan pula vitamin E. Penentuan kematangan kelamin induk jantan dilakukan dengan pengurutan bagian perut ikan. Induk jantan yang telah matang kelamin akan mengeluarkan sperma berwarna putih dan tidak encer. Penentuan kematangan kelamin induk betina denga mengambil contoh telur secara kanulasi, yaitu memasukkan selang plastik bergaris tengah + 1,2 mm ke dalam saluran telur pada kedalaman 6 - 7 cm. Telur yang telah matang umumnya bergaris tengah 0,45 - 0,65 mm, bentuknya sperical dan tidak saling menempel (terurai).
5. PENETASAN TELUR
Telur hasil pemijahan diseleksi; telur yang dibuahi dan berkualitas baik akan mengapung dipermukaan air. Sebelum diteteskan, telur perlu direndam dalam larutan Acriflavine 5 ppm selama 1 menit sebagai sebagai desinfektan. Telur ditetaskan di bak penetasan yang sekaligus menjadi bak pemeliharaan larva dengan padat penebaran 60.000 - 100.000 butir/m 3 ; kadar garam 28 - 30 ppt dan suhu air 26 - 28°C. Pada kondisi seperti ini, telur akan menetas dalam waktu 17 - 18 jam dengan tingkat penetasan telur berkisar 80 - 90%.
6. PEMELIHARAAN LARVA
  1. Padat Penebaran
    Padat penebaran larva kakap putih tergantung dari umur larva (tabel 1).
    Tabel 1. Padat Penebaran Larva Kakap Putih
    No
    Umur larva Minggu ke-
    Padat Penebaran (ekor/m 3 )
    1
    I
    60.000 - 100.000
    2
    II
    35.000 - 40.000
    3
    III
    15.000 - 20.000
    4
    IV
    6.000 - 10.000

  2. Pakan
    Jenis dan jumlah pakan yang diberikan untuk larva kakap putih disesuaikan dengan umur larva (gambar 1).
    Gambar 1. Skema Pemberian Jenis Pakan Larva Kakap Putih

  3. Pengolahan Kualitas Air
    Pengolahan air di bak pemeliharaan larva dilakukan dengan cara penggantian air setiap hari, diusahakan kadar garam dan suhu air berkisar antara 28 - 30 ppt dan 26 - 28°C. Banyaknya air yang diganti disesuaikan dengan umur larva (gambar 2).
    Gambar 2. Skema penggantian air di bak pemeliharaan larva kakap

  4. Penggolongan Ukuran
    Penggolongan ukuran harus dilakukan untuk menghindari pemasangan sesama larva akibat pertumbuhan yang tidak seragam. Penggolongan ukuran dilkukan bilamana larva telah berumur 20 hari dan penggolongan ukuran berikutnya dilakukan setiap 7 hari sekali.
7. PANEN BENIH
Benih kakap putih dapat dipanen setelah berumur 30 - 45 hari untuk dilakukan pendederan (nursery) sebelum dipelilhara ditempat pembesaran. Pendederan dapat dilakukan di kolam air laut maupun dengan kurungan apung di laut.
8. SUMBER
Booklet Jenis-jenis Komoditi Laut: Ekonomis Penting Pada Usaha Pembenihan, Direktorat Bina Pembenihan, Direktorat Jendral Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta, 1996
9. KONTAK HUBUNGAN
Direktorat Bina Pembenihan, Direktorat Jendral Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta

BUDIDAYA IKAN KAKAP PUTIH  

Posted by zry kendji in ,


1. PENDAHULUAN
kakap-putih Indonesia memiliki potensi sumber daya perairan yang cukup besar untuk usaha budidaya ikan, namun usaha budidaya ikan kakap belum banyak berkembang, sedangkan di beberapa negara seperti: Malaysia, Thailand dan Singapura, usaha budidaya ikan kakap dalam jaring apung (floating net cage) di laut telah berkembang.
Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) atau lebih dikenal dengan nama seabass/Baramundi merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Produksi ikan kakap di indonesia sebagian besar masih dihasilkan dari penangkapan di laut, dan hanya beberapa saja diantarannya yang telah di hasilkan dari usah pemeliharaan (budidaya). Salah satu faktor selama ini yang menghambat perkembangan usaha budidaya ikan kakap di indonesia adalah masih sulitnya pengadaan benih secara kontinyu dalam jumlah yang cukup.
2. BIOLOGI
Ikan kakap putih adalah ikan yang mempunyai toleransi yang cukup besar terhadap kadar garam (Euryhaline) dan merupakan ikan katadromous (dibesarkan di air tawar dan kawin di air laut). Sifat-sifat inilah yang menyebabkan ikan kakap putih dapat dibudidayakan di laut, tambak maupun air tawar.
Pada beberapa daerah di Indonesia ikan kakap putih dikenal dengan beberapa nama seperti: pelak, petakan, cabek, cabik (Jawa Tengah dan Jawa Timur), dubit tekong (Madura), talungtar, pica-pica, kaca-kaca (Sulawesi).
Ikan kakap putih termasuk dalam famili Centroponidae, secara lengkap taksonominya adalah sbb:
  • Phillum : Chordata
  • Sub phillum : Vertebrata
  • Klas : Pisces
  • Subclas : Teleostei
  • Ordo : Percomorphi
  • Famili : Centroponidae
  • Genus : Lates
  • Species : Lates calcarifer (Block)
Ciri-ciri morfologis antara lain adalah:
  1. Badan memanjang, gepeng dan batang sirip ekor lebar.
  2. Pada waktu masih burayak (umur 1 ~ 3 bulan) warnanya gelap dan setelah menjadi gelondongan (umur 3 ~ 5 bulan) warnanya terang dengan bagian punggung berwarna coklat kebiru-biruan yang selanjutnya berubah menjadi keabu-abuan dengan sirip berwarna abu-abu gelap.
  3. Mata berwarna merah cemerlang.
  4. Mulut lebar, sedikit serong dengan geligi halus.
  5. Bagian atas penutup insang terdapat lubang kuping bergerigi.
  6. Sirip punggung berjari-jari keras 3 dan lemah 7 ~ 8. Sedangkan bentuk sirip ekor bulat.
3. PEMILIHAN LOKASI
Sebelum kegiatan budidaya dilakukan terlebih dahulu diadakan pemilihan lokasi. Pemilihan lokasi yang tepat akan menentukan keberhasilan usaha budidaya ikan kakap putih. Secara umum lokasi yang baik untuk kegiatan usaha budidya ikan di laut adalah daerah perairan teluk, lagoon dan perairan pantai yang terletak diantara dua buah pulau (selat).
Beberapa persyaratan teknis yang harus di penuhi untuk lokasi budidaya ikan kakap putih di laut adalah:
  • Perairan pantai/ laut yang terlindung dari angin dan gelombang
  • Kedalaman air yang baik untuk pertumbuhan ikan kakap putih berkisar antara 5 ~ 7 meter.
  • Pergerakan air yang cukup baik dengan kecepatan arus 20-40 cm/detik.
  • Kadar garam 27 ~ 32 ppt, suhu air 28 ~ 30 0C dan oksigen terlarut 7 ~ 8 ppm
  • Benih mudah diperoleh.
  • Bebas dari pencemaran dan mudah dijangkau.
  • Tenaga kerja cukup tersedia dan terampil.
4. SARANA DAN ALAT BUDIDAYA 1) Sarana dan Alat
Pemeliharaan ikan kakap di laut umumnya dilakukan dalam keramba jaring apung (floating net cage) dengan metoda operasional secara mono kultur. Secara garis besar keramba jaring apung terdiri dari beberapa bagian yaitu:
a. Jaring
Jaring terbuat dari bahan:



  • Bahan: Jaring PE 210 D/18 dengan ukuran lebar mata 1 ~ 1,25”, guna untuk menjaga jangan sampai ada ikan peliharaan yang lolos keluar.





  • Ukuran: 3 m x 3 m x 3 m





  • 1 Unit Pembesaran: 6 jaring (4 terpasang dan 2 jaring cadangan)



  • b. Kerangka/Rakit: Kerangkan berfungsi sebagai tempat peletakan kurungan.


  • Bahan: Bambu atau kayu





  • Ukuran: 8 m x 8 m



  • c. Pelampung: Pelampung berpungsi untuk mengapungkan seluruh sarana budidaya atau barang lain yang diperlukan untuk kepentingan pengelolaan – Jenis: Drum (Volume 120 liter)


  • Jumlah: 9 buah.



  • d. Jangkar: Agar seluruh sarana budidaya tidak bergeser dari tempatnya akibat pengaruh angin, gelombang digunakan jangkar.


  • Jenis yang dipakai: Besi atau beton (40 kg).





  • Jumlah : 4 buah





  • Panjang tali : Minimal 1,5 kali ke dalam air



  • e. Ukuran benih yang akan Dipelihara: 50-75 gram/ekor
    f. Pakan yang digunakan: ikan rucah
    g. Perahu : Jukung
    h. Peralatan lain : ember,serok ikan, keranjang, gunting dll. 2) Konstruksi wadah pemeliharaan
    clip_image003
    Gambar 1. Kerangka Rakit
    Perakitan karamba jaring bisa dilakukan di darat dengan terlebih dahulu dilakukan pembuatan kerangka rakit sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Keangkan ditempatkan di lokasi budidaya yang telah direntukan dan agar tetap pada tempatnya (tidak terbawa arus) diberi jangkar sebanyak 4 buah.
    Jaring apung apa yang telah dibuat berbentuk bujur sangkar pada kerangka rakit dengan cara mengikat keempat sudut kerangka. Cara pengikatan jaring dapat dilihat pada gambar 2.
    clip_image005clip_image007
    Gambar 2. Cara Mengikat Jaring
    Untuk membuat jaring agar berbentuk bujur sangkar, maka pada sudut bagian bawah jaring diberi pemberat seperti pada gambar 3 di bawah ini.
    clip_image009
    Gambar 3. Jaring Berbentuk Bujur Sangkar
    Untuk dapat mengikat bambu/kayu dengan mudah dapat dilihat pada gambar 4.
    clip_image011
    Gambar 4. Pelampung Diikatkan pada Bambu/Kerangka Rakit
    5. OPERASIONAL BUDIDAYA
    1) Metode Pemeliharaan
    Benih ikan yang sudah mencapai ukuran 50-70 gram/ekor dari hasil pendederan atau hatchery, selanjutnya dipelikara dalam kurungan yang telah disiapkan. Penebaran benih ke dalam karamba/jaring apung dilakukan pada kegiatan sore hari dengan adaptasi terlebih dahulu. Padat penebaran yang ditetapkan adalah 50 ekor/m3 volume air.
    Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari dengan takaran pakan 8-10% botol total badan perhari. Jenis pakan yang diberikan adalah ikan rucah (trash fish). Konversi pakan yang digunakan adlah 6:1 dalam arti untuk menghasilkan 1 kg daging diperlukan pakan 6 kg.
    Selama periode pemeliharan yaitu 5-6 bulan, dilakukan pembersihan kotoran yang menempel pada jaring, yang disebabkan oleh teritif, algae, kerang?kerangan dll. Penempelan organisme sangat menggangu pertukaran air dan menyebabkan kurungan bertambah berat.
    Pembersihan kotoran dilakukan secara periodik paing sedikit 1 bulan sekali dilakukan secara berkala atau bisa juga tergantung kepada banyak sedikitnya organisme yang menempel.
    Penempelan oleh algae dapat ditanggulangi dengan memasukkan beberapa ekor ikan herbivora (Siganus sp.) ke dalam kurungan agar dapat memakan algae tersebut. Pembersihan kurungan dapat dilakukan dengan cara menyikat atau menyemprot dengan air bertekanan tinggi.
    Selain pengelolaan terhadap sarana /jaring, pengelolaan terhadap ikan peliharaan juga termasuk kegiatan pemeliharaan yang harus dilakukan. Setiap hari dilakukan pengontrolan terhadap ikan peliharaan secara berkala, guna untuk menghindari sifat kanibalisme atau kerusakan fisik pada ikan. Disamping itu juga untuk menghindari terjadinya pertumbuhan yang tidak seragam karena adanya persaingan dalam mendapatkan makanan.
    Penggolongan ukuran (grading) harus dilakukan bila dari hasil pengontrolan terlihat ukuran ikan yang tidak seragam. Dalam melakukan pengontrolan, perlu dihindari jangan sampai terjadi stress.
    2) Panen
    Lama pemeliharan mulai dari awal penebaran sampai mencapai ukuran ± 500 gram/ekor diperlikan waktu 5-6 bulan. Dengan tingkat kelulusan hidup/survival rate sebesar 90% akan didapat produksi sebesar 2.250 kg/unit/periode budidaya.
    Pemanenan dilakukan dengan cara mengangkat jaring keluar rakit, kemudian dilakukan penyerokan.
    3) Penyakit
    Publikasi tentang penyakit yang menyerang ikan-ikan yang dibudidayakan di laut seperti ikan kakap putih belum banyak dijumpai. Ikan kakap putih ini termasuk diantara jenis-jenis ikan teleostei. Ikan jenis ini sering kali diserang virus, bakteri dan jamur. Gejala-gejala ikan yang terserang penyakit antara lain adalah, kurang nafsu makan, kelainan tingkah laku, kelainan bentuk tubuh dll.
    Tindakan yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi penyakit ini adalah:
    a. menghentikan pemberian pakan terhadap ikan dan menggantinya dengan jenis yang lain;
    b. memisahkan ikan yang terserang penyakit, serta mengurangi kepadatan;
    c. memberikan obat sesuai dengan dosis yang telah ditentukan.

    Pembenihan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch)  

    Posted by zry kendji in ,

    Keberhasilan dalam penerapan teknologi pembenihan kakap putih di Loka Budidaya Laut Batam diharapkan mampu mengatasi masalah keterbatasan benih yang selama ini menjadi kendala utama dalam pengembangan budidayanya. Potensi lahan budidaya yang cukup memberikan peluang, dengan penawaran harga yang cukup menarik merupakan daya dukung tersendiri bagi terselenggaranya kegiatan budidaya dalam rangka diversifikasi usaha.
    Aspek Biologi
    Kakap Putih bersifat Euryhaline dan Katadromus hidup di perairan tropik dan subtropik Indopasifik Barat. Ikan jantan yang telah mencapai bobot 2-2,5 kg dapat berubah kelamin menjadi betina (Protandry Hermaprodite).

    Teknologi Pembenihan
    1. Pengadaan dan Pemeliharaan Induk

    Calon Induk dapat diperoleh dari hasil tangkapan di alam maupun hasil penangkaran. Untuk mempercepat pematangan kelamin, calon induk dipelihara di laut dengan menggunakan jaring apung, kepadatan 1 ekor per 1-2 menter per kubik air.
    Pakan berupa ikan rucah segar diberikan 1 kali sehari dengan jadwal waktu yang tetap. Dosis pakan 5% dari total berat badan per hari, kemudian diturunkan menjadi 1-3% pada saat musim pijah tiba.
    Pengontrolan kondisi fisik sarana pemeliharaan dilakukan rutin setiap hari, penggantian jaring sebulan sekali untuk mencagah lolosnya ikan, mengurangi Fauling Organisme dan menciptakn suasana yang nyaman serta alami.
    2. Seleksi Induk
    Kriteria induk yang baik untuk dipijahkan :

    • Induk sehat berwarna kelabu cerah
    • Gerakan aktif
    • Sirip dan sisip lengkap serta tidak cacat
    • Mata berwarna jernih
    • Umur minimal 3 tahun dengan berat badan 2-5 kg/ekor
    • Ukuran diusahakan seimbang
    Pemeriksaan tingkat pematangan gonad dapat dilakukan dengan cara stripping atau kanulasi terhadap ikan yang telah dipingsankan dengan Ethylineglicol monophenil ether 200 ppm. Oocyst yang siap dipijahkan berdiameter 0,4-0,5 mm.
    3. Pemijahan
    Dilakukan dengan cara menginduksi hormon LH – RH a pada induk jantan dan betina pilihan secara intramuscular dibawah sirip punggung. Penyuntikan dilakukan satu kali (pukul 10.00 pagi) dengan dosis 0,05 mg per kg berat total ikan.
    Sex ratio pemijahan 1:1, secara normal ikan akan memijah pada malam hari (± 32 jam setelah penyuntikan hormon).
    4. Pemanenan dan Penetasan Telur
    Telur yang baru saja dipanen diseleksi, kemudian dipindahkan ke dalam bak penetasan dengan kepadatan telur 50-100 butir/liter air. Masa inkubasi ± 18 jam, dan larva yang baru menetas memiliki panjang total 1,60 ± 0,04 mm.
    5. Pemeliharaan Larva dan Benih
    Bak pemeliharaan larva dilengkapi dengan pipa pemasukan dan pembuangan air, serta unit aerasi untuk mensuplai oksigen. Secara ringkas jadwal kegiatan operasional pemebrian pakan, penggantian air media dan penjarangan padat tebar benih hingga umur 30 hari dapat dilihat pada lampiran berikut.
    Efesiensi Pemeliharaan
    Setiap kilo bobot induk dapat menghasilkan telur sekitar 0,6-0,76 juta butir. Saat kondisi normal tingkat penetasan mencapai 85%. Tingkat kelulushidupan larva pada umur 15 hari (70-80%) dan pada umur 30 hari (30-50%).

    Dalam satu tahun bisa dilakukan 8 kali pemijahan, dimana setiap kali produksi membutuhkan waktu kurang lebih 40 hari, dengan produksi benih 5000 ekor/m3, umur 30 hari.
    Sumber : Loka Budidaya Laut Batam

    Pembenihan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch) dengan Manipulasi Rangsang Hormonal

    BUDIDAYA IKAN KAKAP PUTIH  

    Posted by zry kendji in ,

    1. PENDAHULUAN
    Indonesia memiliki potensi sumber daya perairan yang cukup besar untuk usaha budidaya ikan, namun usaha budidaya ikan kakap belum banyak berkembang, sedangkan di beberapa negara seperti: Malaysia, Thailand dan Singapura, usaha budidaya ikan kakap dalam jaring apung (floating net cage) di laut telah berkembang.
    Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) atau lebih dikenal dengan nama seabass/Baramundi merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Produksi ikan kakap di indonesia sebagian besar masih dihasilkan dari penangkapan di laut, dan hanya beberapa saja diantarannya yang telah di hasilkan dari usah pemeliharaan (budidaya). Salah satu faktor selama ini yang menghambat perkembangan usaha budidaya ikan kakap di indonesia adalah masih sulitnya pengadaan benih secara kontinyu dalam jumlah yang cukup. Untuk mengatasi masalah benih, Balai Budidaya Laut Lampung bekerja sama dengan FAO/UNDP melalui Seafarming Development Project INS/81/008 dalam upaya untuk memproduksi benih kakap putih secara massal. Pada bulan April 1987 kakap putih telah berhasil dipijahkan ddengan rangsangan hormon, namun demikian belum diikuti dengan keberhasilan dalam pemeliharaan larva.
    Baru pada awal 1989 kakap putih dengan sukses telah dapat dipelihara larvanya secara massal di hatchery Balai Budidaya Lampung. Dalam upaya pengembangan budidaya ikan kakap putih di indonesia, telah dikeluarkan Paket Teknologi Budidaya Kakap Putih di Karamba Jaring Apungmelalui rekomendasi Ditjen Perikanan No. IK. 330/D2. 10876/93K, yang dilanjutkan dengan Pembuatan Petunjuk Teknis Paket Teknologi.
    2. BIOLOGI

    Ikan kakap putih adalah ikan yang mempunyai toleransi yang cukup besar terhadap kadar garam (Euryhaline) dan merupakan ikan katadromous (dibesarkan di air tawar dan kawin di air laut). Sifat-sifat inilah yang menyebabkan ikan kakap putih dapat dibudidayakan di laut, tambak maupun air tawar. Pada beberapa daerah di Indonesia ikan kakap putih dikenal dengan beberapa nama seperti: pelak, petakan, cabek, cabik (Jawa Tengah dan Jawa Timur), dubit tekong (Madura), talungtar, pica-pica, kaca-kaca (Sulawesi). Ikan kakap putih termasuk dalam famili Centroponidae, secara lengkap taksonominya adalah sbb:
    Phillum : Chordata
    Sub phillum : Vertebrata
    Klas : Pisces
    Subclas : Teleostei
    Ordo : Percomorphi
    Famili : Centroponidae
    Genus : Lates
    Species : Lates calcarifer (Block)
    Ciri-ciri morfologis antara lain adalah:
    a. Badan memanjang, gepeng dan batang sirip ekor lebar.
    b. Pada waktu masih burayak (umur 1 ~ 3 bulan) warnanya gelap dan setelah menjadi gelondongan (umur 3 ~ 5 bulan) warnanya terang dengan bagian punggung berwarna coklat kebiru-biruan yang selanjutnya berubah menjadi keabu-abuan dengan sirip berwarna abu-abu gelap.
    c. Mata berwarna merah cemerlang.
    d. Mulut lebar, sedikit serong dengan geligi halus.
    e. Bagian atas penutup insang terdapat lubang kuping bergerigi.
    f. Sirip punggung berjari-jari keras 3 dan lemah 7 ~ 8. Sedangkan bentuk sirip ekor bulat.
    3. PEMILIHAN LOKASI

    Sebelum kegiatan budidaya dilakukan terlebih dahulu diadakan pemilihan lolkasi. Pemilihan lokasi yang tepat akan menentukan keberhasilan usaha budidaya ikan kakap putih. Secara umum lokasi yang baik untuk kegiatan usaha budidya ikan di laut adalah daerah perairan teluk, lagoon dan perairan pantai yang terletak diantara dua buah pulau (selat). Beberapa persyaratan teknis yang harus di penuhi untuk lokasi budidaya ikan kakap putih di laut adalah:
    a. Perairan pantai/ laut yang terlindung dari angin dan gelombang
    b. Kedalaman air yang baik untuk pertumbuhan ikan kakap putih berkisar antara 5 ~ 7 meter.
    c. Pergerakan air yang cukup baik dengan kecepatan arus 20-40 cm/detik.
    d. Kadar garam 27 ~ 32 ppt, suhu air 28 ~ 30 0C dan oksigen terlarut 7 ~ 8 ppm
    e. Benih mudah diperoleh.
    f. Bebas dari pencemaran dan mudah dijangkau.
    g. Tenaga kerja cukup tersedia dan terampil
    4. SARANA DAN ALAT BUDIDAYA

    1) Sarana dan Alat
    Pemeliharaan ikan kakap di laut umumnya dilakukan dalam keramba jaring apung (floating net cage) dengan metoda operasional secara mono kultur. Secara garis besar keramba jaring apung terdiri dari beberapa bagian yaitu:
    a. Jaring
    Jaring terbuat dari bahan:
    - Bahan: Jaring PE 210 D/18 dengan ukuran lebar mata 1 ~ 1,25”, guna untuk menjaga jangan sampai ada ikan peliharaan yang lolos keluar.
    - Ukuran: 3 m x 3 m x 3 m
    - 1 Unit Pembesaran: 6 jaring (4 terpasang dan 2 jaring cadangan)
    b. Kerangka/Rakit: Kerangkan berfungsi sebagai tempat peletakan kurungan.
    - Bahan: Bambu atau kayu
    - Ukuran: 8 m x 8 m
    c. Pelampung: Pelampung berpungsi untuk mengapungkan seluruh sarana budidaya atau barang lain yang diperlukan untuk kepentingan pengelolaan
    - Jenis: Drum (Volume 120 liter)
    - Jumlah: 9 buah.
    d. Jangkar: Agar seluruh sarana budidaya tidak bergeser dari tempatnya akibat pengaruh angin, gelombang digunakan jangkar.
    - Jenis yang dipakai: Besi atau beton (40 kg).
    - Jumlah : 4 buah
    - Panjang tali : Minimal 1,5 kali ke dalam air
    e. Ukuran benih yang akan Dipelihara: 50-75 gram/ekor
    f. Pakan yang digunakan: ikan rucah
    g. Perahu : Jukung
    h. Peralatan lain : ember,serok ikan, keranjang, gunting dll.
    2) Konstruksi wadah pemeliharaan
    Perakitan karamba jaring bisa dilakukan di darat dengan terlebih dahulu dilakukan pembuatan kerangka rakit sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Kerangka ditempatkan di lokasi budidaya yang telah ditentukan dan agar tetap pada tempatnya (tidak terbawa arus) diberi jangkar sebanyak 4 buah. Jaring apung apa yang telah dibuat berbentuk bujur sangkar pada kerangka rakit dengan cara mengikat keempat sudut kerangka. Untuk membuat jaring agar berbentuk bujur sangkar, maka pada sudut
    bagian bawah jaring diberi pemberat.

    5. OPERASIONAL BUDIDAYA

    1) Metode Pemeliharaan
    Benih ikan yang sudah mencapai ukuran 50-70 gram/ekor dari hasil pendederan atau hatchery, selanjutnya dipelikara dalam kurungan yang telah disiapkan. Penebaran benih ke dalam karamba/jaring apung dilakukan pada kegiatan sore hari dengan adaptasi terlebih dahulu. Padat penebaran yang ditetapkan adalah 50 ekor/m3 volume air.
    Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari dengan takaran pakan 8-10% botol total badan perhari. Jenis pakan yang diberikan adalah ikan rucah (trash fish). Konversi pakan yang digunakan adlah 6:1 dalam arti untuk menghasilkan 1 kg daging diperlukan pakan 6 kg. Selama periode pemeliharan yaitu 5-6 bulan, dilakukan pembersihan kotoran yang menempel pada jaring, yang disebabkan oleh teritif, algae, kerang-kerangan dll. Penempelan organisme sangat menggangu pertukaran air dan menyebabkan kurungan bertambah berat. Pembersihan kotoran dilakukan secara periodik paing sedikit 1 bulan sekali dilakukan secara berkala atau bisa juga tergantung kepada banyak sedikitnya organisme yang menempel. Penempelan oleh algae dapat ditanggulangi dengan memasukkan beberapa ekor ikan herbivora (Siganus sp.) ke dalam kurungan agar dapat memakan algae tersebut. Pembersihan kurungan dapat dilakukan dengan cara menyikat atau menyemprot dengan air bertekanan tinggi.
    Selain pengelolaan terhadap sarana /jaring, pengelolaan terhadap ikan peliharaan juga termasuk kegiatan pemeliharaan yang harus dilakukan. Setiap hari dilakukan pengontrolan terhadap ikan peliharaan secara berkala, guna untuk menghindari sifat kanibalisme atau kerusakan fisik pada ikan. Disamping itu juga untuk menghindari terjadinya pertumbuhan yang tidak seragam karena adanya persaingan dalam mendapatkan makanan.
    Penggolongan ukuran (grading) harus dilakukan bila dari hasil pengontrolan terlihat ukuran ikan yang tidak seragam. Dalam melakukan pengontrolan, perlu dihindari jangan sampai terjadi stress.
    2) Panen
    Lama pemeliharan mulai dari awal penebaran sampai mencapai ukuran ± 500 gram/ekor diperlikan waktu 5-6 bulan. Dengan tingkat kelulusan hidup/survival rate sebesar 90% akan didapat produksi sebesar 2.250 kg/unit/periode budidaya. Pemanenan dilakukan dengan cara mengangkat jaring keluar rakit, kemudian dilakukan penyerokan.
    3) Penyakit
    Publikasi tentang penyakit yang menyerang ikan-ikan yang dibudidayakan di laut seperti ikan kakap putih belum banyak dijumpai. Ikan kakap putih ini termasuk diantara jenis-jenis ikan teleostei. Ikan jenis ini sering kali diserang virus, bakteri dan jamur. Gejala-gejala ikan yang terserang penyakit antara lain adalah, kurang nafsu makan, kelainan tingkah laku, kelainan bentuk tubuh dll. Tindakan yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi penyakit ini adalah:
    a. menghentikan pemberian pakan terhadap ikan dan menggantinya dengan jenis yang lain;
    b. memisahkan ikan yang terserang penyakit, serta mengurangi kepadatan;
    c. memberikan obat sesuai dengan dosis yang telah ditentukan.
    6. ANALISA USAHA 1 TAHUN (2 PERIODE BUDIDAYA)

    1) Biaya Investasi
    - Karamba jaring apung 1 unit Rp. 2.500.000,-
    - Perahu jukung 1 unit Rp. 150.000,-
    - Peralatan budidaya Rp. 300.000,-
    Jumlah 1) Rp. 2.950.000,-
    2) Biaya Operasional
    - Benih 2 x 5.000 ekor x Rp 200,- Rp. 2.000.000,-
    - Pakan 2 x 13.500 kg x Rp 250,- Rp. 6.750.000,-
    - Tenaga kerja 2 orang x 1 x 6 buah x Rp. 75.000,- Rp. 900.000,-
    Jumlah 2) Rp. 9.650.000,-
    3) Jumlah biaya (1+2) Rp. 2.950.000 + Rp 9.650.000,- Rp. 12.600.000,-
    4) Pendapatan 2 x 2.250 kg x Rp 4.000,- Rp. 18.000.000,-
    5) Selisih pendapatan dan biaya total(4-3) Rp. 5.400.000,-
    6) Penyusutan 50% x Rp 2.950.000,- Rp. 1.475.000,-
    7) Laba sebelum pajak (5-6)
    Catatan : Harga yang dipergunakan merupakan harga di Lampung tahun 1992/1993,
    Perhitungan tidak menggunakan dana dari bank

    7. DAFTAR PUSTAKA

    1) Anomius. 1990. “Perkembangan Rekayasa Teknologi Pembenihan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) di Balai Budidaya Laut Lampung”, Ditjen Perikanan, Lampung.
    2) Anomius, 1992. Buletin Budidaya Laut seri 5 & 6. BBL Lampung, Ditjen Perikanan, Lampung.
    3) Anomius, 1990/1991. Usaha Penanggulangan Serangan Penyakit pada Usaha Budidaya Laut/Rumput Laut, Ditjen Perikanan, Jakarta
    4) Djamali, M. A., Hutomo Burhanuddin dkk, 1986 “Sumber daya ikan kakap (Lates calcalifer) dan Bambangan (Lujtanus spp) di Indonesia”. LON LIPI, Jakarta.
    5) Hardjono, 1987. Biologi dan Budidaya Kakap Putih (Lates calcarifer) INFISH Manual seri No. 47. Ditjen Perikanan-International Development Research Centre. Jakarta.
    8. SUMBER
    Paket Teknologi Pembesaran Ikan Kakap Putih ( Lates calcarifer, Bloch) di Keramba Jaring Apung, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, 1994.
    9. KONTAK HUBUNGAN

    Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta.
    Alamat : Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340 Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id